Entah kita sadari atau tidak, perputaran waktu dan perubahan zaman–yang didukung perkembangan pesat teknologi–membuat “bersabar” atau “menunggu” menjadi kata tidak populer. Kebanyakan orang menjadi kurang menghargai proses dan menginginkan segala sesuatu terjadi dengan instan, bahkan jika bisa spontan. “Menunggu” sama sekali bukan pilihan dan dianggap bisa membuat kita kalah, ketinggalan, atau terlupakan.
Kita tidak sabar menunggu karena takut itu membuat kita tersisih dari kelas/kelompok/situasi tertentu sehingga kita tidak mendapatkan kue kesuksesan. Banyak orang lupa, sayangnya, bahwa alam semesta diciptakan tanpa buru-buru, dan semua unsur menunggu hingga waktu yang tepat. Pepohonan musim panas tidak pernah tumbuh pada musim semi; bebungaan musim semi pun takkan pernah memaksa tumbuh pada musim dingin.
Sebagian besar kolega saya sangat bersemangat karena ada manajer baru dipindahkan ke manajemen kami. Kami sudah mendengar bahwa dia cakap, dan dia datang untuk menata ulang bisnis kami, tapi setelah beberapa hari, direktur baru itu tidak melakukan apa-apa. Dia muncul di kantor dengan santun setiap hari, tapi hanya berdiam di ruangannya dan tidak keluar. Ketika melihat dia tidak melakukan apa-apa, orang-orang dengan motif buruk yang pada awalnya gelisah dengan kedatangannya menjadi lancang dan semakin merajalela.
“Dia tidak secakap itu, dia hanya orang baik. Lebih mudah membodohi dia daripada manajer sebelumnya.”
Empat bulan kemudian, ketika orang-orang mulai merasa kecewa pada manajer baru itu, dia tiba-tiba mengambil tindakan–dia memecat semua karyawan yang buruk, tapi mempromosikan pegawai yang rajin. Setelah mengambil tindakan yang cepat dan tepat, manajer itu kelihatan seperti orang yang sepenuhnya berbeda.
Pada pesta makan malam akhir tahun, manajer baru itu menyampaikan pidato setelah semua orang mengisi dan mengosongkan gelas masing-masing tiga kali.
“Saya yakin kalian bingung dengan sikap saya yang lembek ketika saya pertama kali datang kemari, dan setelah itu ketika saya membuat keputusan mendadak untuk kantor kita. Saya ingin menceritakan satu kisah supaya kalian mengerti alasan saya berbuat seperti itu. Saya memiliki teman yang membeli rumah dengan pekarangan luas. Setelah pindah, dia segera membersihkan seluruh pekarangan. Setelah itu dia menanaminya dengan bebungaan baru. Suatu hari, pemilik asli rumah itu datang mengunjunginya, dan dia terkejut melihat pekarangan itu, lalu bertanya, “Ke mana semua peony mahal di sini?”
Lalu teman saya sadar bahwa dia mengira peony-peony itu sebagai ilalang dan menyingkirkan semuanya.
Kemudian dia membeli rumah lagi dan, meskipun pekarangan rumah itu semrawut, dia tidak segera mengambil tindakan. Dan sudah pasti, tanaman-tanaman yang dia pikir adalah ilalang tumbuh pada musim semi. Benarlah, tanaman-tanaman yang kemudian berbunga pada musim panas adalah yang pada musim semi itu dia pikir adalah ilalang. Pepohonan kecil berdiri di sana selama setengah tahun dan setelah itu mulai menumbuhkan dedaunan cantik pada musim gugur.
Dia menunggu hingga akhir musim gugur untuk memastikan dia sudah melihat semua tanaman yang tumbuh dan mengenali ilalang tidak berguna, lalu menyingkirkannya. Dengan cara itu, dia bisa mempertahankan hanya bebungaan dan pepohonan.
Manajer itu mengangkat cangkirnya dan melanjutkan, “Izinkan saya bersulang untuk semua orang di sini. Kantor ini seperti kebun; kalian semua bebungaan berharga. Dan bebungaan tidak bisa mekar sepanjang tahun. Karena itu kita hanya bisa mengenalinya setelah pengamatan jangka panjang.”
Bagaimana? Mau mulai belajar menunggu untuk hasil terbaik?
Kita tidak sabar menunggu karena takut itu membuat kita tersisih dari kelas/kelompok/situasi tertentu sehingga kita tidak mendapatkan kue kesuksesan. Banyak orang lupa, sayangnya, bahwa alam semesta diciptakan tanpa buru-buru, dan semua unsur menunggu hingga waktu yang tepat. Pepohonan musim panas tidak pernah tumbuh pada musim semi; bebungaan musim semi pun takkan pernah memaksa tumbuh pada musim dingin.
Sebagian besar kolega saya sangat bersemangat karena ada manajer baru dipindahkan ke manajemen kami. Kami sudah mendengar bahwa dia cakap, dan dia datang untuk menata ulang bisnis kami, tapi setelah beberapa hari, direktur baru itu tidak melakukan apa-apa. Dia muncul di kantor dengan santun setiap hari, tapi hanya berdiam di ruangannya dan tidak keluar. Ketika melihat dia tidak melakukan apa-apa, orang-orang dengan motif buruk yang pada awalnya gelisah dengan kedatangannya menjadi lancang dan semakin merajalela.
“Dia tidak secakap itu, dia hanya orang baik. Lebih mudah membodohi dia daripada manajer sebelumnya.”
Empat bulan kemudian, ketika orang-orang mulai merasa kecewa pada manajer baru itu, dia tiba-tiba mengambil tindakan–dia memecat semua karyawan yang buruk, tapi mempromosikan pegawai yang rajin. Setelah mengambil tindakan yang cepat dan tepat, manajer itu kelihatan seperti orang yang sepenuhnya berbeda.
Pada pesta makan malam akhir tahun, manajer baru itu menyampaikan pidato setelah semua orang mengisi dan mengosongkan gelas masing-masing tiga kali.
“Saya yakin kalian bingung dengan sikap saya yang lembek ketika saya pertama kali datang kemari, dan setelah itu ketika saya membuat keputusan mendadak untuk kantor kita. Saya ingin menceritakan satu kisah supaya kalian mengerti alasan saya berbuat seperti itu. Saya memiliki teman yang membeli rumah dengan pekarangan luas. Setelah pindah, dia segera membersihkan seluruh pekarangan. Setelah itu dia menanaminya dengan bebungaan baru. Suatu hari, pemilik asli rumah itu datang mengunjunginya, dan dia terkejut melihat pekarangan itu, lalu bertanya, “Ke mana semua peony mahal di sini?”
Lalu teman saya sadar bahwa dia mengira peony-peony itu sebagai ilalang dan menyingkirkan semuanya.
Kemudian dia membeli rumah lagi dan, meskipun pekarangan rumah itu semrawut, dia tidak segera mengambil tindakan. Dan sudah pasti, tanaman-tanaman yang dia pikir adalah ilalang tumbuh pada musim semi. Benarlah, tanaman-tanaman yang kemudian berbunga pada musim panas adalah yang pada musim semi itu dia pikir adalah ilalang. Pepohonan kecil berdiri di sana selama setengah tahun dan setelah itu mulai menumbuhkan dedaunan cantik pada musim gugur.
Dia menunggu hingga akhir musim gugur untuk memastikan dia sudah melihat semua tanaman yang tumbuh dan mengenali ilalang tidak berguna, lalu menyingkirkannya. Dengan cara itu, dia bisa mempertahankan hanya bebungaan dan pepohonan.
Manajer itu mengangkat cangkirnya dan melanjutkan, “Izinkan saya bersulang untuk semua orang di sini. Kantor ini seperti kebun; kalian semua bebungaan berharga. Dan bebungaan tidak bisa mekar sepanjang tahun. Karena itu kita hanya bisa mengenalinya setelah pengamatan jangka panjang.”
Bagaimana? Mau mulai belajar menunggu untuk hasil terbaik?